“Evaluasi Keterkaitan PHBS dan Pola Konsumsi Pangan Bergizi dalam Upaya Peningkatan Gizi Keluarga”

PHBS merupakan singkatan dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat yaitu sekumpulan perilaku yang dipraktekkan atas dasar kesadaran sebagai upaya agar dirinya sehat dan aktif membantu kesehatan lingkungan di sekitarnya. Termasuk cuci tangan pakai sabun, penggunaan jamban sehat, tidak merokok dalam rumah, pengelolaan sampah dengan benar, makan makanan bergizi, aktvitas fisik teratur.

Pola konsumsi pangan bergizi mencakup keragaman makanan sehari-hari dengan kandungan zat gizi makro dan mikro yang seimbang, seperti karbohidrat, protein, lemak sehat, vitamin, mineral, dan serat, sesuai anjuran isi piringku. Indonesia memiliki potensi besar dalam mendukung pola makan bergizi melalui kekayaan pangan lokal seperti jagung, umbi, kacang-kacangan, dan sayuran. Namun, pemanfaatan potensi ini masih terkendala oleh kurangnya pengetahuan masyarakat. Pangan yang berkualitas sangat dibutuhkan setiap individu untuk hidup sehat, aktif, dan produktif, dengan memperhatikan keseimbangan antar kelompok pangan, cita rasa, daya cerna, daya terima, dan daya beli.

Menurut dr. Maina dari Puskesmas Blangbintang, indikator PHBS seperti akses air bersih dan penggunaan jamban sudah cukup baik, namun masih ada tantangan dalam implementasinya, terutama terkait kebiasaan merokok di dalam rumah. Ia menekankan bahwa meskipun aspek kebersihan lainnya sudah terpenuhi, kebiasaan merokok di ruang keluarga tetap menjadi masalah utama yang menghambat terciptanya lingkungan sehat. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan PHBS tidak hanya bergantung pada fasilitas, tetapi juga pada perubahan perilaku dan kesadaran seluruh anggota keluarga.

Hubungan antara PHBS dan konsumsi pangan bergizi sangat erat. Tanpa perilaku hidup bersih, asupan makanan yang bergizi pun tidak dapat terserap secara optimal. Praktik kebersihan yang buruk, seperti tidak mencuci tangan sebelum makan atau tidak menjaga kebersihan alat masak, dapat menyebabkan infeksi saluran cerna yang justru mengganggu status gizi seseorang. Selain itu, keluarga yang terbiasa dengan PHBS juga cenderung lebih memperhatikan cara mengolah dan menyajikan makanan secara higienis, sehingga kualitas gizi makanan tetap terjaga hingga dikonsumsi.

Sejumlah temuan lapangan memperkuat kaitan antara PHBS dan status gizi. Di Desa Julah, Buleleng, Bali (2024), ditemukan bahwa anak-anak yang berasal dari keluarga dengan praktik PHBS buruk memiliki risiko stunting hingga 33 kali lebih tinggi, meskipun kebutuhan makan harian mereka terpenuhi. Di Rebalas, Pasuruan (2023), penerapan edukasi PHBS dan gizi selama enam bulan mampu menurunkan angka stunting sebesar 12%. Sedangkan di Kalimantan Barat (2021), anak dari ibu yang menerapkan PHBS secara konsisten tercatat lebih jarang mengalami diare dan memiliki berat badan yang lebih stabil. Fakta-fakta ini membuktikan bahwa intervensi berbasis PHBS tidak kalah penting dibandingkan intervensi berbasis makanan.

Kesimpulannya PHBS tidak hanya berfungsi sebagai strategi pencegahan penyakit, tetapi juga berperan dalam mendukung penyerapan nutrisi dan meningkatkan kualitas hidup keluarga secara menyeluruh. Untuk itu, upaya peningkatan gizi masyarakat perlu dibarengi dengan edukasi dan penerapan PHBS yang berkelanjutan. Kolaborasi antara tenaga kesehatan, masyarakat, mahasiswa, dan pemerintah sangat dibutuhkan untuk membentuk budaya hidup sehat yang tidak hanya terfokus pada makanan, tetapi juga pada perilaku bersih yang mendukung kesehatan jangka panjang.

 

Referensi

Nurmahmudah, E., Puspitasari, T., & Agustin, I. T. (2018). Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada anak sekolah. ABDIMAS: Jurnal Pengabdian Masyarakat, 1(2), 46-52.

Pellokila, M. R., & Picauly, I. (2021). Penerapan Pola Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi, Seimbang Dan Aman (B2SA) Dalam Rangka Mengantisipasi Dampak Covid-19 Lingkup Anak-Anak Sekolah Minggu Jemaat Marturia Oesapa Selatan, Kota Kupang. Jurnal Pengabdian pada Masyarakat Kepulauan Lahan Kering, 2(2), 80-88

By admin