Asupan Gizi yang Optimal untuk Mencegah Stunting

 

Malnutrisi merupakan permasalah global yang sedang dialami di beberapa negara termasuk stunting. Stunting menggambarkan status gizi kurang yang bersifat kronik pada masa pertumbuhan dan perkembangan sejak awal kehidupan. Penilaian Status Gizi Anak, pengertian stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U). Hasil pengukuran yang didapatkan menunjukkan hasil kurang dari  -2 standar deviasi sampai -3 standar deviasi (pendek) dan kurang dari -3 standar deviasi (sangat pendek) (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2011).

 

Proses terjadinya

Kekurangan gizi terjadi begitu saja sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh tak maksimal saat dewasa.Kemampuan kognitif para penderita juga berkurang, sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi jangka panjang bagi Indonesia.

Stunting terjadi mulai dari pra-konsepsi ketika seorang remaja menjadi ibu yang kurang gizi dan anemia. Menjadi parah ketika hamil dengan asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan, ditambah lagi ketika ibu hidup di lingkungan dengan sanitasi kurang memadai.

 

Strategi mengatasi

Asupan gizi yang optimal untuk pencegahan stunting dapat dilakukan dengan gerakan nasional percepatan perbaikan gizi yang didasari oleh komitmen negara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia agar sehat, cerdas dan produktif, yang merupakan aset sangat berharga bagi bangsa dan negara Indonesia. Untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan status gizi yang optimal dengan cara melakukan perbaikan gizi secara terus menerus.

Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai berikut:

  1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.
  2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care (pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
  3. Masih kurangnya akses rumah tangga / keluarga ke makanan bergizi. Penyebabnya karena harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.
  4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB) di ruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih

Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara :

  1. Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. Ibu hamil harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, suplementasi zat gizi (tablet zat besi atau Fe), dan terpantau kesehatannya. Namun, kepatuhan ibu hamil untuk meminum tablet tambah darah hanya 33%. Padahal mereka harus minimal mengkonsumsi 90 tablet selama kehamilan.
  2. ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya.
  3. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan.
  4. Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

 

DAFTAR PUSTAKA

Kementerian Kesehatan RI. 2018. Pusat Data dan Informasi tentang Situasi Balita Pendek (STUNTING) di Indonesia. Jakarta.

Ni’mah. K, Rahayu N. S. 2015. Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita. Media Gizi Indonesia. 10(1):13–19.

Pratama. B , Isti. A. D,Nisa. K. 2019. Penyebab Langsung (Immediate Cause) yang Mempengaruhi Kejadian Stunting pada Anak. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada. 10(2) : 299-303.

Sutarto,Mayasari. D, Indriyani. R. 2018. Stunting, Faktor Resiko dan  Pencegahannya. J Agromedicine. 5 (1): 540 – 545.

 

By admin